Minggu, 13 Januari 2013

FRESCO



FRESCO
SEBAGAI SALAH SATU TEKNIK UNTUK PEMBUATAN MURAL
A.A. Ngr. Gede Surya Buana
Abstrak:
Ungkapan keindahan maupun pesan-pesan, baik untuk dikomunikasikan maupun untuk kepentingan diri sendiri, rupanya merupakan kebiasaan sejak manusia dalam tingkat peradaban yang sangat primitif, sampai zaman super modernpun ungkapan-ungkapan manusia yang “primitif” tersebut masih eksist. Mural salah satu contohnya. Sejak manusia masih hidup dalam goa dengan matapencaharian yang tidak menentu, sampai pada peradaban dimana kehidupan manusia sempat mapan (yang kini kembali tidak menentu), ungkapan yang bernuansa simbolik, illustratif, sampai fulgar (seperti dewasa ini), mural tetap menjadi medianya, dengan segala media yang sesuai dengan ketersediaannya baik oleh alam (dengan teknik manual), maupun oleh teknologi (dengan teknik fabrik). Fresco yang menjadi pilihan pembuatan mural, semenjak 1500 Sebelum Masehi dibuat dengan teknik yang rumit namun dapat melahirkan karya yang “maha” nan abadi. Karya fresco dibuat dengan nuansa magis sampai pada kepentingan religius.

Kata kunci: Mural, Pesan, Artistik


 Naluri Berkesenian Manusia
            Semenjak keberadaannya manusia sebenarnya sudah disertai dengan naluri berkesenian, hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya dijumpai goresan-goresan dalam bentuk gambar yang dibuat secara sengaja, baik goresan tersebut dibuat untuk tujuan-tujuan magis tertentu maupun ia dibuat untuk tujuan-tujuan lain (simbol atau tanda-tanda,maupun ia dibuat untuk tujuan dekoratif semata), yang dibuat jauh sebelum manusia mencapai peradaban tulis atau jaman Masehi, bahkan manusia sudah mampu membuat gambar yang nyaris realistik ( kalau dilihat dari bentuknya) ketika manusia belum mencapai peradaban “melindungi” diri; ketika mereka masih tinggal pada tempat-tempat yang dianggap aman, yaitu pada relung-relung  karang (goa) yang alami (bukan buatan manusia). Pada dinding ruangan goa tempat mereka tinggal (di goa Lascaux;satu contoh) mereka membuat gambar binatang bison,dengan bahan pewarna yang alami.

Satu sisi pada Queen Megaron, dengan ruangannya yang paralel dan penuh dengan cahaya, disana nampak dekorasi dinding yang luas yang dilukis dengan teknik fresco, dengan menggambarkan berbagai aspek kehidupan Cretan yaitu:  pertarungan banteng, prosesi dan seremoni, juga kehidupan alam : burung, binatang, bunga, kehidupan laut: dolphin diantara fauna laut lainnya. Ada satu figur yang  memorable  di Crete adalah Cupbearer di Knosos, dibuat dengan proses fresco (Gardner, 1976: 95)

 Fresco
           Fresco adalah salah satu jenis dalam mural painting yaitu lukisan dinding yang dibuat dengan  tehnik tradisional, dimana  pembuatan mural painting tersebut dilakukan  ketika plesteran tembok masih dalam keadaan basah (wet plaster). Teknik ini dikembangkan  di Italia dengan sebutan Fresco Buono, sedangkan apabila dibuat diatas plesteran tembok yang sudah kering (dry plaster),dinamai Fresco Secco. Secara umum bahwa mural painting adalah diistilahkan pada lukisan-lukisan dalam ukuran besar (larg painting), baik itu lukisan yang dibuat pada kanvas maupun lukisan besar  yang diterapkan    pada    papan    panil,   dan   yang   paling umum  di “tujukan” istilah mural painting adalah pada karya-karya painting yang diterapkan dinding.
          Kalau ditinjau dari segi tekniknya pada prinsipnya hampir tidak ada perbedaan teknik,baik itu mural yang dibuat dengan medium oil painting maupun medium-medium lain yang umum digunakan untuk lukisan. Kecuali lukisan yang dibuat pada tembok dengan plesteran tembok yang  masih dalam keadaan basah (wet plaster), teknik ini memerluksn kesabaran,  karena Fresco Buono dalam proses pembuatannya yang menjadi pertimbangan utama adalah kwalitas permukaan (under painting)          
            Saat ini fresco buono sangat jarang dibuat dibuat karena sulit untuk berkoordinasi antara pekerja konstrusi dengan Artis. Disamping itu kondisi ekonomi dan keadaan social pada jaman modern tidak kondusiv untuk pelaksanaan mural dengan penerapan teknik kuno. Disamping itu  plester saat ini tidak memungkinkan dipakai untuk penerapan teknik fresco buono, karena kondisi jaman  modern saat ini; dimana keadaan udara yang sudah tercemar oleh kandungan gas kimia yang sangat merusak, sehingga sangat  tidk sesuai dengan  fresco buono yang ideal.

Nature of Fresco Buono
          Untuk Fresco Buono yang dikerjakan dengan teknik basah, dimana plester lime yang masih dalam keadaan basah dicampur dengan  pigmen, sehingga ia dapat menyatu (antara pigmen dengan plaster lime), semua reaksi kimia  sangat ditentukan  oleh sifat kapur yang menjadi bahan plester;  misalnya  reaksi secara perlahan persenyawaan antara  calcium hydrate dengan carbon dioxide. Satu hal lagi yang dipertimbangkan untuk pembuatan frsco buono dewasa ini, yaitu kondisi  udara  saat ini penuh  dengan     kandungan  calcium  carbonate, kandungan tersebut    membuat    adonan   seperti  tersebut diatas   tidak menjadi permanent  karena warna pada campuran akan muncul dan berobah karakter.

Composisi bahan fresco
          Lapisan pertama plaster digunakan pada tembok dikomposisikan :30 % adalah lime dan 50 % terdiri dari adonan pasir yang kasar dan terakhir 20 % datambah serbuk bata , lapisan  pertama ini dinamakan scratch coat.
           Lapisasn kedua terdiri dari : 25 % lime dan  75 % pasir kalus (pasir dicuci berulang kali agar betul-betul bebas dari unsur-unsur tanah atau kotoran lainnya), dalam proses    lapisan    kedua   ini  plesteran dilakukan setelah antara lime dengan pasir halus betul-betul menjadi satu adonan yang menyatu.
Karena lapisan kedua ini adalah lapisan yang sangat menentukan esensi  Fresco Buono ini. Selanjutnya   adalah    lapisan     terakhir    yaitu   lapisan  dengan  adonan  pasir halus
dicampur dengan serbuk marmer dengan komposisi sama.Lapisan ini adalah lapisan penghalus permukaan  dan penutup pori-pori atau berfungsi   sebagai  dempul. Serbuk   marmer   sangat penting dipakai sebagai  media perekat.
Adonan terakhir karen disamping ia berfungsi sebagai penutup pori-pori plesteran ,serbuk marmer juga sangat menentukan kwalitas warna,karena ia menjadi pelapis dasar dengan warna putih cemerlang.
          Pengolahan lapisan pada dinding untuk tujuan pembuatan  classic Fresco terutama untuk  out door conditions,memerlukan 3 kali proses (seperti tersebut diatas),terutama sangat ditekankan untuk lapisan ketiga ,adonan dengan campuran serbuk marmer sangat diperlukan;Karena disamping untuk kwalitas juga sebagai panambah nilai kemewahan. Penerapan /proses lapisan ke tiga/terakhir tersebut dilakukan secara berthap ;tidak menutup semua permukaan dinding sekaligus,namun pelapisan dilakukan dengan mengikuti proses painting,karena selama proses painting untuk fresco memerlukan lapisan dasar selalu dalam keadaan lembab dengan kelembaban yang konsisten.
          Lime dapat dihasilkan dengan proses pembakaran calcium carbonate (Limestone,  kapur  ,marmer,  shell   tiram)   dengan  kayu baker. Apabila hasil
 bakaran tersebut dicampur dengan air, maka lime berobah menjadi calcium hydroxide, yang diterapkan sebagai dempul sebelum proses plesteran yang siap untuk fresco painting.
          Apabila hydrat lime  dicampur dengan air, maka adonan tersebut sering kali digunakan sbagai dempul untuk dasar proses pembuatan fresco, namun perlu diperhatikan bahwa apabila  dalam  proses pelapisan  dempul dengan bahan  hydrat lime tersebut harus menggunakan slop tangan sebagai proteksi,karena sangat berbahaya untuk keselamatan kulit.  
                                                                                                                                             
Prosedur dalam proses pelster
           Peralatan yang biasanya digunakan dalam proses pelapisan/plesteran adalah :painting knife yang lebar,kwas yang lebar. Pelapisan awal dilakukan  menutup  semua permukaan,selanjutnya adalah proses pengerjaan lapisan berikut (a second coat),yang diawali dengan membasahi lapisan awal tersebut dengan air  untuk tujuan menjaga kelembaban lapisan secara berkesinambungan,agar lapisan awal dapat berkaitan dengan lapisan berikutnya, dan agar dapat menutupi pemrukaan seberapapun luasnya.
          Kesulitan dalam mendapatkan kesempurnaan proses tersebut tidak akan terlihat pada  proses akhir penciptaan ,karena proses tersebut adala proses pelapisan yang akan tersembunyi dibawah painting. Sehingga kwalitas painting sangat ditentukan oleh kwalitas plesteran terakhir.Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada tiap lapis plesteran mesti betul-betul  diperhatikan  terutama tingkat kerataan/kehalusan maupun lobang pori-
pori dari plesteran,karena sekecil apapun kesalahan tersebut akan segera terlihat apabila plesteran ditimpa cahaya disamping berakibat buruknya kwalitas warna karena akan dihisap secara tidak merata oleh lapisan plesteran.
          Langkah yang harus dilakukan dalam proses setiap pembuatan lapisan plesteran: adalah menggosok plesteran secara merata dan seksama.Media untuk menggosok permukaan plesteran  adalah dengan  menggunakan wooden float dan selama menggosok  kondisi plesteran   harus selalu dijaga kelembabannya agar tetap konsistens; dengan menyeka plesteran tersebut dengan sponge (sejenis bunga karang) yang basah, sehingga  permukaan   plesteran   betul-betul  merata dan halus sehingga tidak  ada lagi pori-pori  besar  yang terlihat  pada permukaan.
Proses penggosokan permukaan plesteran
Apabila sudah  sesuai dengan kwalitas kelayakan permukaan ,maka proses selanjutnya adalah tindakan pelapisan plesteran dengan trowel . Lapisan tersebut berfungsi sebagai dempul,namun lapisan trowel hendaknya jangan terlalu tebal karena akan mengakibatkan pudarnya warna secara perlahan-lahan setelah usai proses painting, karena ketebalan lapisan trowel mempunyai karakter menghisap warna.

Warna warna  untuk fresco
 Sederetan warna-warna yang umum digunakan dalam pembuatan fresco,dengan penggunaan adonan yang terdiri dari dry pigment  dengan dasar air.
Warna-warna dimaksud adalah warna-warna yang sudah digunakan sejak  abad XII ,yaitu warna-warna  Earth Pigment, antara lain: warna Ochre dengan semua tingkatannya, yaitu yellow ochre, ochre, dan warna-warna yang tergolong dalam deretan warna Mars Colors adalah: Yellow, Orange, Red, Brown, Violet,Venetian Red,Iron Oxide Red, Raw Umber, Burnt Umber, Raw Siena, Burn Siena, juga yang tergolong Green Earth  adalah Viridian Green dan Chromium Oxide Green. Ultramarine Blue, Cobalt Blue dan Crulean Blue adalah termasuk golongan warna Opaque. Untuk warna hitam digunakan Mars Black dan Ivory Black, sedangkan  putih menggunakan Titanium White.Titanium White juga sangat sering digunakan sebagai dasar, utnuk mendapatkan warna cerah Titanium White dicampur dengan Lime Putty.

Teknik Fresco Painting
           Dalam   proses   pembuatan   Fresco  Painting, dasar painting yaitu plesteran pada
lapisan  luar  tembok  sangatlah penting. Dasar  yang paling   layak   untuk Fresco                                                                                                                      
painting    adalah apabila plesteran tetap dalam keadaan menyerap dan konsistensi kelembabannya tetap dijaga, hal demikian sangat penting agar cat yang diterpakan dengan mudah dapat diserap, dengan demikian mermukaan  akan menjadi lebih mudah dan leluasa untuk dilukisi. Perhitungkan kelayakan plesteran untuk dapat dilukisi, diperlukan waktu 3 sampai 4 jam dalam keadaan cuaca cerah,  plesteran sudah siap untuk diterapkan painting. Namun perlu diperhatikan, permukaan layak untuk diterapkan lukisan, apabila plesteran betul - betul sudah ditutup dempul dengan  rata    dan   halus   (tanpa   pori  -  pori)   Perlu dicatat bahwa apabila lapisan dempul terlalu tabal,maka kwalitas painting akan menjadi menurun yaitu warnanya memudar (semakin putih,karena partikel lime bercampur dengan pigmen warna) dalam beberapa waktu, sejalan dengan proses mengeringnya lapisan dempul, disamping juga proses alam terutama permukaan yang ditimpa  sinar matahari secara langsung, dan basah hujan. Persyaratan penting lain yang sangat perlu dicatat, adalam proses dalam penerapan warna, yaitu  setiap lapisan diperlukan proses pelapisan sebanyak 2 X dengan ketebalan yang sama.
          Dalam pembuatan    Fersco    painting,    peralatan   yang  cukup  besar peranannya adalah kwas. Kwas yang umum digunakan adalah kwas yang terbuat dari bulu ekor  sapi, dengan bentuk :Bristle Brushes (round maupun flat), dan Sabelin brushes.
Tidak selamanya proses painting  tidak menemui kesalahan, untuk kesalahan yang terjadi dalam proses painting, dapat diatasi dengan menyeka bagian-bagian kesalahan tersebut dengan bunga karang lembut (yang mengandung air) dengan menggosokkan  secara hati-hati dan dengan gosokan  yang tidak terlalu ditekan, agar tidak sampai “melukai” dempul yang berada dibawah painting. Dengan teknik yang sama juga dapat dilakukan untuk  “mengangkat”  warna   painting    dengan  tujuan    membuat   garis   -  garis  kecil  seperti  rambut atau gambar-gambar linier lainnya seperti tulisan dengan warna cerah (keputihan) , namun kegiatan ini bukan dilakukan dengan menggunakan bunga karang   seperti    halnya   dalam    proses   penyekaan   kesalahan ,  tetapi    dengan menggunakan kwas panjang (long pointed brushes).Kwas dimaksud bukan dicelupkan pada warna  namun dibasahi dengan air,untuk menghisap warna yang ada.


Fresco Secco
          Secco adalah suatu istilah yang digunakan untuk teknik pembuatan fresco diatas lapisan dry plaster. Proses pembuatan fresco  secco adalah suatu proses kuno yaitu plester tombok yang dibasahi secara terus menerus  dengan Lieme Water, dan   proses  pembuatan painting diatas  plesteran tersebut adalah dengan tempera atau casein colors .
Biasanya plesteran tembok dibasahi terlebih dahulu tanpa lime water, 1 hari sebelum mulai proses paiting, proses painting dapat dimulai setelah plesteran betul-betul kering secara menyeluruh. Dalam proses painting dengan metode ini, partikel pigmen  harus betul-betul  diolah secara merata sehingga kesemuanya dapat meresap kedalam plesteran, dengan demikian painting akan menjadi sangat awet.

Oil painting pada tembok
            Sebenarnya oil painting  untuk tembok tidak begitu banyak dibuat, karena sifatnya yang mengkilap yang sangat tidak mendukung terlihatnya painting secara utuh lebih-lebih pada posisi yang tertimpa sinar matahari secara langsung.
             Dasar adonan oil paint adalah minyak linsed. Oleh karena demikian    ada    upaya   untuk   mengurangi sifatnya yang mengkilap tersebut dengan mencampur binder dan terpentin, namun campuran dengan cairan pelarut binder dan terpentin tersebut sangat berresiko, karena  serbuk pigmen tidak dapat terikat sepenuhnya, sehingga adonan menjadi tidak stabil. Karena adonan tidak stabil maka paint akan segera menjadi pudar, dan resiko memudarnya painting sangat besar apabila membersihkan paiting tersebut .
          Resiko memudarnya warna painting terutama karena proses pembersihan (dalam perawatan) dapat diatasi, apabila under painting dilapisi dengan white lead  yang tidak   dalam   bentuk   paste.  Adonan   tersebut   digunakan    agar   plesteran   yang siap untuk diproses painting, tidak menghisap. Ada juga menggunakan adonan yang sangat tradisional sebagai zat perekat warna adalah dengan menggunakan Casein dan cairan Shellac. Untuk media dewasa ini casein dan cairan shellac sama dengan  Acrylic Gesso.
Fresco pada Sistine Chapel
            Di Bali juga ada peninggalan mural yang dibuat pada waktu  Raja Klungkung pertama, Dewa Agung Jambe, pada abad ke-17. Dewa Agung Jambe adalah putera ke-2 dari Dalem Dimade, raja terakhir di kerajaan Gelgel yang juga disebut Suweca Pura. Setelah Dewa Agung menjadi raja Klungkung, maka dia membuat istana (puri) Klungkung yang diberi nama Semara Pura yang memunyai makna “tempat cinta kasih dan keindahan”. Di puri inilah terdapat kompleks Kertagosa yang terdiri dari dua bangunan pokok, yaitu bangunan Taman Gili dan bangunan Kertagosa. Bangunan Kertagosa pada zaman dahulu mempunyai beberapa fungsi, di antaranya adalah: (1) sebagai tempat persidangan yang dipimpin oleh raja sebagai hakim tertinggi; (2) sebagai tempat pertemuan bagi raja-raja yang ada di Bali; dan (3) sebagai tempat melaksanakan upacara Manusa Yadnya atau potong gigi (mepandes) bagi putera-puteri raja.
            Sistine Chapel yang dibuat pada Kertagosa Puri Kelungkung tersebut merupakan sederetan illustrasi dengan penggambaran figure dengan gaya klasik Bali (wayang) yang bernuansakan ajaran karma phala(suatu hokum sebab akibat), karena proses hukum yang dilaksanakan pada zaman itu dilakukan di Kertagosa.
            Seabad sebelumnya dimana di Itali terjadi akhirnya masa kejayaan Renaissance dibuat Sistine Chapel oleh  Michelangelo, dan Raphel, suatu maha karya yang dilahirkan oleh dua masterpieces.
Kedua Karya Klasik yang diciptakan oleh para seniman yang sama-sama mengabdikan dirinya dalam berkarya seni untuk  kepentingan “penguasa” (penguasa Kerajaan di Kelungkung Bali, dan Penguasa Gereja di Itali).
             Sekalipun sama-sama menghasilkan karya klasik, namun perbedaan peradaban Barat dan Timur sangat jelas ketika itu, yaitu, di Barat jelas nampak individu pelukisnya, sedangkan di Timur hasil karya yang diciptakan tanpa menampakkan individu senimannya (anonimus).
(Frederic  Taubes,The Painter’s Dictionary of Materials and Method, Landsdowne Press, 1973)

 Sejarah Mural Painting
            Sejalan dengan peradaban manusia yang selalu mengalami perkembangan, baik secara evolusioner maupun secara revolusioner, dalam sejarah seni rupapun mengikuti perkembangan peradaban tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan media yang dipakai dengan teknik terapnya, perobahan sikap para pelaku seni, baik patronage maupun senimannya yang selalu tercermin pada setiap karya pada setiap peradaban. Ketika peradaban manusia masih dalam tingkat berburu, karya  yang dibuat pada dinding goa, penuh dengan nuansa magis yang mengandung makna harapan, Demikian juga halnya karya seni yang lahir ketika zaman kekuasaan relegi (Gereja) , maka karya  yang dibuat penuh dengan nuansa religius dengan segala pesan dan ajarannya.
Barangkali Balihoo yang sarat dengan kepentingan kekuasaan dan kepentingan pribadi yang dikemas dengan ”Kebutuhan pengabdian” tidak jarang ditampilkan dengan karya-karya  yang sarat dengan propadganda politis, juga termasuk mural apabila dikaji dengan apa yang dikemukakan dala buku The Painter Dictionary of Materials and Methods, bahwa mural painting pada garis besarnya mengandung arti atau dapat diartikan large painting, baik ia diterapkan pada kanvas, pada panel dan juga pada dinding (wall paiting), yang sebenarnya penamaan mural tersebut bukan ditentukan oleh media maupun tekniknya. (tidak ditentukan oleh medianya (Frederic Taubes, 1973: 155)
            Kembali kita pada karya sebuah peradaban, kalau kita melihat ke Zaman 20 000 tahun silam, atau karya  15 000 - 13 000 Sebelum Masehi yang ditemukan di Laacaux dimana manusia masih berperadaban sangat sederhana, dimana mungkin manusia ketika itu tingkat pemikirannya belum menyentuh estetika (secara naluri mungkin sudah),namun demikian  sebenarnya tehnik- teknik painting sudah mereka dilakukan, terbukti dengan ditemukannya lukisan yang dibuat pada dinding goa di Spanyol Utara dan juga goa yang ditemukan di Francis Timur.
            Kalau dipandang dari kacamata artistik (menurut ukuran sekarang), karya yang dibuat pada dinding goa pada ribuan tahun silam, mereka sudah mampu menggambarkan secara realistis binatang buruannya yang ”diharapkan” dapat ditangkap. Siapapun tidak dapat menyangkal bahwa yang digambarkannya adalah binatan (kuda)


 

Detail dari Three Cows and One Horse
sebua karya yang dibuat pada 15 000 - 13 000 Sebelum Masehi

          Penerapan mural diatas plesteran dinding adalah pertama kali dilakukan oleh bangsa Minoan pada Tahun 2000 Sebelum Masehi, dan unsur pengawetan yang diterapkan untuk mural ditemukan di daerah Knossos di Kepulauan Crete, Minoan, disana dilihat (setelah diadakan penelitian) bahwa komposisi   plesteran   sebagai  aplikasi-aplikasi warna,  sebagaimana   komposisi    yang    digunakan    pada    pembuatan   mural   secara berkelanjuan oleh para Artis mural. Di Pompei dan Herculanum  di Romawi ditemukan  ditengah-tengah   puing - puing  lava  volcano  Vauvins bangunan dengan dekorasi  mural pada temboknya yang dibuat pada Tahun 79 Setelah Masehi, Dalam mural pada puing bangunan kuno tersebut ditemukan bahwa betapa tinggi peradaban bangsa itu dengan bukti bahwa teknik pembuatan mural sangat sempurna, juga estetisnya sangat sempurna ,disamping kesempurnaan teknik dan estetisnya, juga kwalitas    bahan    yang    digunakan,  sehingga   tetap dapat bertahan bertahan walaupun diterjang panasnya lava volcano tersebut.
           Pada jaman Byzantium tercatat beberapa mural dibuat dengan teknik mosaic.Mozaik menjadi pilihan para Artis mural sebagai medium wall decorations. Sedangkan karya-karya mural jaman Romanesque (abad ke 12 dan abad ke 13) penampilannya masih agak kasar.
          Pembuatan mural dengan penampilan pribadi Artis mulai  nampak pada karya-karya Gioto(1226 – 1337),  hal demikian berkembang pada jaman Renaissance di Itali bahkan sebagian para Artis  berkarya dengan mural. 
 Pribadi-pribadi para perupa yang mulai menampakkan diri pada karya mereka, merupakan gejala munculnya individualisme, yang pada kulminasinya muncul dalam zaman Renaissance, dimana lahirnya kembali kebudayaan kuno namun lahir dengan kemasan modern, yang berkarakter : Humanisme, Indidualisme, dan rasionalisme.
            Pada akhir abad 16  para Artis  lebih banyak membuat karya-karya dengan teknik mural pada kanvas.Di Mexico pada abad 20 para Artis melakukan  percobaan-percobaan secara luas, mereka memperkenalkan kembali tehnik pembuatan painting secara klasik,yaitu dibuat diatas wet lime-plaster. Semenjak itu, teknik - teknik klasik tersebut sangat digemari dan dikemas dengan craft  .
Hal  tersebut  sangat  pesat   perkembangannya dalam pasar terutama di pasaran di United  States selama dua decade sebelum  Perang Dunia II




BEBERAPA GAMBAR MURAL
KARYA ABAD XIII-XVII



































SIMPULAN
            Mural adalah suatu karya seni manusia , pada hakekatnya dibuat menjadi karya yang  sarat dengan pesan, baik untuk kepentingan kemanusiaan yang bermakna himbauan maupun ajakan,  maupun kepentingan agama yang bermakna ajaran-ajaran dan pesan, bahkan bernuansa politik yang bermakna propaganda. Namun demikian estetika dan artistic menempati posisi terpenting dalam pembuatan mural tersebut, apapun muatannya, apapun medianya dan bagaimanapun tekniknya.





Kepustakaan
Canaday, John, 1962, Mainstreams of Modern Art, Simon and Schuster, New York, United States of America, trade edition distributed by Simon and Schuster Inc.

Feldman, Edmund Burke, 1967, Art As Image And Idea, Prentice – Hall, INC., Englewood Cliffs, New Jesrey.

Gardner`s, 1976, Art through the Ages, Seventh edition, Harcourt Brace Jovanovish Publishers, San Diego New York Chocago Atlanta Washington, D.C. London Sydney Toronto.

Honour,  Hough & John Fleming, 1986, The Visual Arts a History, Second Edition, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.

Hospers, John, 1982, Understanding the Arts, Prentice-Hall, Inc.,Englewood Cliffs, New Jersey 07632.
Lowry,  Bates, 1966, The Visual Experience, An Introduction to Art, Harry N. Abrams, Incorporated, New York, N. Y.

Micheal, Sullivan, 1985, The Book Of Art, Chinese and Japanese art, Nuovo Istituto Italiano d’ Arti Grafiche – Bergamo.

Munro, Thomas, 1967, The Art and Their Interrelations, the Press of Case Western Reserve University Cleveland and London.
Murkarovsky,  Jan, 1977, translated and adited by John Burbank and Peter  Steiner,Structure, Sign, and Function, New Haven and London Yale Universit Press.

Read, Herbert, 1972, The Meaning of Art, A true taste is never a half taste, Praeger Publishers, New York-Washington.