FRESCO
SEBAGAI
SALAH SATU TEKNIK UNTUK PEMBUATAN MURAL
A.A.
Ngr. Gede Surya Buana
Abstrak:
Ungkapan keindahan
maupun pesan-pesan, baik untuk dikomunikasikan maupun untuk kepentingan diri
sendiri, rupanya merupakan kebiasaan sejak manusia dalam tingkat peradaban yang
sangat primitif, sampai zaman super modernpun ungkapan-ungkapan manusia yang
“primitif” tersebut masih eksist. Mural salah satu contohnya. Sejak manusia
masih hidup dalam goa dengan matapencaharian yang tidak menentu, sampai pada
peradaban dimana kehidupan manusia sempat mapan (yang kini kembali tidak
menentu), ungkapan yang bernuansa simbolik, illustratif, sampai fulgar (seperti
dewasa ini), mural tetap menjadi medianya, dengan segala media yang sesuai
dengan ketersediaannya baik oleh alam (dengan teknik manual), maupun oleh
teknologi (dengan teknik fabrik). Fresco yang menjadi pilihan pembuatan mural,
semenjak 1500 Sebelum Masehi dibuat dengan teknik yang rumit namun dapat
melahirkan karya yang “maha” nan abadi. Karya fresco dibuat dengan nuansa magis
sampai pada kepentingan religius.
Kata kunci: Mural, Pesan, Artistik
Naluri Berkesenian Manusia
Semenjak
keberadaannya manusia sebenarnya sudah disertai dengan naluri berkesenian, hal
tersebut dibuktikan dengan banyaknya dijumpai goresan-goresan dalam bentuk
gambar yang dibuat secara sengaja, baik goresan tersebut dibuat untuk
tujuan-tujuan magis tertentu maupun ia dibuat untuk tujuan-tujuan lain (simbol
atau tanda-tanda,maupun ia dibuat untuk tujuan dekoratif semata), yang dibuat
jauh sebelum manusia mencapai peradaban tulis atau jaman Masehi, bahkan manusia
sudah mampu membuat gambar yang nyaris realistik ( kalau dilihat dari
bentuknya) ketika manusia belum mencapai peradaban “melindungi” diri; ketika
mereka masih tinggal pada tempat-tempat yang dianggap aman, yaitu pada
relung-relung karang (goa) yang alami
(bukan buatan manusia). Pada dinding ruangan goa tempat mereka tinggal (di goa
Lascaux;satu contoh) mereka membuat gambar binatang bison,dengan bahan pewarna
yang alami.
Satu
sisi pada Queen Megaron, dengan ruangannya yang paralel dan penuh dengan
cahaya, disana nampak dekorasi dinding yang luas yang dilukis dengan teknik
fresco, dengan menggambarkan berbagai aspek kehidupan Cretan yaitu: pertarungan banteng,
prosesi dan seremoni, juga kehidupan alam : burung, binatang, bunga, kehidupan
laut: dolphin diantara fauna laut lainnya. Ada satu figur yang memorable
di Crete adalah Cupbearer di Knosos, dibuat dengan proses fresco (Gardner, 1976:
95)
Fresco
Fresco adalah salah satu jenis dalam
mural painting yaitu lukisan dinding yang dibuat dengan tehnik tradisional, dimana pembuatan mural painting tersebut dilakukan ketika plesteran tembok masih dalam keadaan
basah (wet plaster). Teknik ini dikembangkan
di Italia dengan sebutan Fresco
Buono, sedangkan apabila dibuat diatas plesteran tembok yang sudah kering
(dry plaster),dinamai Fresco Secco.
Secara umum bahwa mural painting adalah diistilahkan pada lukisan-lukisan dalam
ukuran besar (larg painting), baik itu lukisan yang dibuat pada kanvas maupun
lukisan besar yang diterapkan pada
papan panil, dan
yang paling umum di “tujukan” istilah mural painting adalah
pada karya-karya painting yang diterapkan dinding.
Kalau ditinjau dari segi tekniknya
pada prinsipnya hampir tidak ada perbedaan teknik,baik itu mural yang dibuat
dengan medium oil painting maupun medium-medium lain yang umum digunakan untuk
lukisan. Kecuali lukisan yang dibuat pada tembok dengan plesteran tembok
yang masih dalam keadaan basah (wet
plaster), teknik ini memerluksn kesabaran,
karena Fresco Buono dalam
proses pembuatannya yang menjadi pertimbangan utama adalah kwalitas permukaan
(under painting)
Saat
ini fresco buono sangat jarang dibuat dibuat karena sulit untuk berkoordinasi
antara pekerja konstrusi dengan Artis. Disamping itu kondisi ekonomi dan
keadaan social pada jaman modern tidak kondusiv untuk pelaksanaan mural dengan
penerapan teknik kuno. Disamping itu
plester saat ini tidak memungkinkan dipakai untuk penerapan teknik
fresco buono, karena kondisi jaman
modern saat ini; dimana keadaan udara yang sudah tercemar oleh kandungan
gas kimia yang sangat merusak, sehingga sangat
tidk sesuai dengan fresco buono
yang ideal.
Nature of Fresco Buono
Untuk Fresco Buono yang dikerjakan
dengan teknik basah, dimana plester lime yang masih dalam keadaan basah
dicampur dengan pigmen, sehingga ia
dapat menyatu (antara pigmen dengan plaster lime), semua reaksi kimia sangat ditentukan oleh sifat kapur yang menjadi bahan
plester; misalnya reaksi secara perlahan persenyawaan
antara calcium hydrate dengan carbon
dioxide. Satu hal lagi yang dipertimbangkan untuk pembuatan frsco buono
dewasa ini, yaitu kondisi udara saat ini penuh
dengan kandungan calcium
carbonate, kandungan tersebut membuat
adonan seperti tersebut diatas tidak menjadi permanent karena warna pada campuran akan muncul dan berobah karakter.
Composisi bahan fresco
Lapisan pertama plaster digunakan
pada tembok dikomposisikan :30 % adalah lime dan 50 % terdiri dari adonan pasir
yang kasar dan terakhir 20 % datambah serbuk bata , lapisan pertama ini dinamakan scratch coat.
Lapisasn kedua terdiri dari : 25 %
lime dan 75 % pasir kalus (pasir dicuci
berulang kali agar betul-betul bebas dari unsur-unsur tanah atau kotoran
lainnya), dalam proses lapisan kedua
ini plesteran dilakukan setelah
antara lime dengan pasir halus betul-betul menjadi satu adonan yang menyatu.
Karena lapisan kedua ini adalah lapisan yang sangat
menentukan esensi Fresco Buono ini.
Selanjutnya adalah lapisan
terakhir yaitu lapisan
dengan adonan pasir halus
dicampur dengan serbuk marmer dengan komposisi
sama.Lapisan ini adalah lapisan penghalus permukaan dan penutup pori-pori atau berfungsi sebagai
dempul. Serbuk marmer sangat penting dipakai sebagai media perekat.
Adonan terakhir karen disamping ia berfungsi sebagai
penutup pori-pori plesteran ,serbuk marmer juga sangat menentukan kwalitas
warna,karena ia menjadi pelapis dasar dengan warna putih cemerlang.
Pengolahan lapisan pada dinding untuk tujuan pembuatan classic Fresco terutama untuk out door conditions,memerlukan 3 kali proses
(seperti tersebut diatas),terutama sangat ditekankan untuk lapisan ketiga
,adonan dengan campuran serbuk marmer sangat diperlukan;Karena disamping untuk
kwalitas juga sebagai panambah nilai kemewahan. Penerapan /proses lapisan ke
tiga/terakhir tersebut dilakukan secara berthap ;tidak menutup semua permukaan
dinding sekaligus,namun pelapisan dilakukan dengan mengikuti proses
painting,karena selama proses painting untuk fresco memerlukan lapisan dasar
selalu dalam keadaan lembab dengan kelembaban yang konsisten.
Lime
dapat dihasilkan dengan proses pembakaran calcium
carbonate (Limestone, kapur ,marmer,
shell tiram) dengan
kayu baker. Apabila hasil
bakaran
tersebut dicampur dengan air, maka lime berobah menjadi calcium hydroxide, yang diterapkan sebagai dempul sebelum proses
plesteran yang siap untuk fresco painting.
Apabila hydrat lime dicampur
dengan air, maka adonan tersebut sering kali digunakan sbagai dempul untuk
dasar proses pembuatan fresco, namun perlu diperhatikan bahwa apabila dalam
proses pelapisan dempul dengan
bahan hydrat lime tersebut harus
menggunakan slop tangan sebagai proteksi,karena sangat berbahaya untuk
keselamatan kulit.
Prosedur
dalam proses pelster
Peralatan yang biasanya digunakan dalam proses pelapisan/plesteran
adalah :painting knife yang lebar,kwas yang lebar. Pelapisan awal
dilakukan menutup semua permukaan,selanjutnya adalah proses
pengerjaan lapisan berikut (a second coat),yang diawali dengan membasahi
lapisan awal tersebut dengan air untuk
tujuan menjaga kelembaban lapisan secara berkesinambungan,agar lapisan awal
dapat berkaitan dengan lapisan berikutnya, dan agar dapat menutupi pemrukaan
seberapapun luasnya.
Kesulitan dalam mendapatkan kesempurnaan proses tersebut tidak akan
terlihat pada proses akhir penciptaan
,karena proses tersebut adala proses pelapisan yang akan tersembunyi dibawah
painting. Sehingga kwalitas painting sangat ditentukan oleh kwalitas plesteran
terakhir.Kesalahan-kesalahan yang terjadi pada tiap lapis plesteran mesti
betul-betul diperhatikan terutama tingkat kerataan/kehalusan maupun
lobang pori-
pori dari plesteran,karena sekecil apapun kesalahan
tersebut akan segera terlihat apabila plesteran ditimpa cahaya disamping
berakibat buruknya kwalitas warna karena akan dihisap secara tidak merata oleh
lapisan plesteran.
Langkah yang harus dilakukan dalam proses setiap pembuatan lapisan
plesteran: adalah menggosok plesteran secara merata dan seksama.Media untuk
menggosok permukaan plesteran adalah
dengan menggunakan wooden float dan selama menggosok
kondisi plesteran harus selalu
dijaga kelembabannya agar tetap konsistens; dengan menyeka plesteran tersebut
dengan sponge (sejenis bunga karang)
yang basah, sehingga permukaan plesteran
betul-betul merata dan halus sehingga
tidak ada lagi pori-pori besar
yang terlihat pada permukaan.
Proses penggosokan permukaan plesteran
Apabila sudah
sesuai dengan kwalitas kelayakan permukaan ,maka proses selanjutnya
adalah tindakan pelapisan plesteran dengan trowel
. Lapisan tersebut berfungsi sebagai dempul,namun lapisan trowel hendaknya
jangan terlalu tebal karena akan mengakibatkan pudarnya warna secara
perlahan-lahan setelah usai proses painting, karena ketebalan lapisan trowel
mempunyai karakter menghisap warna.
Warna
warna untuk fresco
Sederetan
warna-warna yang umum digunakan dalam pembuatan fresco,dengan penggunaan adonan
yang terdiri dari dry pigment dengan
dasar air.
Warna-warna dimaksud adalah warna-warna yang sudah
digunakan sejak abad XII ,yaitu
warna-warna Earth Pigment, antara lain: warna Ochre dengan semua tingkatannya,
yaitu yellow ochre, ochre, dan warna-warna yang tergolong dalam deretan warna Mars Colors adalah: Yellow, Orange, Red,
Brown, Violet,Venetian Red,Iron Oxide Red, Raw Umber, Burnt Umber, Raw Siena,
Burn Siena, juga yang tergolong Green
Earth adalah Viridian Green dan
Chromium Oxide Green. Ultramarine Blue, Cobalt Blue dan Crulean Blue adalah
termasuk golongan warna Opaque. Untuk
warna hitam digunakan Mars Black dan Ivory Black, sedangkan putih menggunakan Titanium White.Titanium
White juga sangat sering digunakan sebagai dasar, utnuk mendapatkan warna cerah
Titanium White dicampur dengan Lime Putty.
Teknik
Fresco Painting
Dalam proses pembuatan
Fresco Painting, dasar painting
yaitu plesteran pada
lapisan
luar tembok sangatlah penting. Dasar yang paling
layak untuk Fresco
painting
adalah apabila plesteran tetap dalam keadaan menyerap dan konsistensi
kelembabannya tetap dijaga, hal demikian sangat penting agar cat yang
diterpakan dengan mudah dapat diserap, dengan demikian mermukaan akan menjadi lebih mudah dan leluasa untuk
dilukisi. Perhitungkan kelayakan plesteran untuk dapat dilukisi, diperlukan
waktu 3 sampai 4 jam dalam keadaan cuaca cerah,
plesteran sudah siap untuk diterapkan painting. Namun perlu
diperhatikan, permukaan layak untuk diterapkan lukisan, apabila plesteran betul
- betul sudah ditutup dempul dengan
rata dan halus
(tanpa pori -
pori) Perlu dicatat bahwa
apabila lapisan dempul terlalu tabal,maka kwalitas painting akan menjadi
menurun yaitu warnanya memudar (semakin putih,karena partikel lime bercampur
dengan pigmen warna) dalam beberapa waktu, sejalan dengan proses mengeringnya
lapisan dempul, disamping juga proses alam terutama permukaan yang ditimpa sinar matahari secara langsung, dan basah
hujan. Persyaratan penting lain yang sangat perlu dicatat, adalam proses dalam
penerapan warna, yaitu setiap lapisan
diperlukan proses pelapisan sebanyak 2 X dengan ketebalan yang sama.
Dalam
pembuatan Fersco painting,
peralatan yang cukup
besar peranannya adalah kwas. Kwas yang umum digunakan adalah kwas yang
terbuat dari bulu ekor sapi, dengan
bentuk :Bristle Brushes (round maupun
flat), dan Sabelin brushes.
Tidak selamanya proses painting tidak menemui kesalahan, untuk kesalahan yang
terjadi dalam proses painting, dapat diatasi dengan menyeka bagian-bagian
kesalahan tersebut dengan bunga karang lembut (yang mengandung air) dengan
menggosokkan secara hati-hati dan dengan
gosokan yang tidak terlalu ditekan, agar
tidak sampai “melukai” dempul yang berada dibawah painting. Dengan teknik yang
sama juga dapat dilakukan untuk “mengangkat” warna
painting dengan tujuan
membuat garis -
garis kecil seperti
rambut atau gambar-gambar linier lainnya seperti tulisan dengan warna
cerah (keputihan) , namun kegiatan ini bukan dilakukan dengan menggunakan bunga
karang seperti halnya
dalam proses penyekaan
kesalahan , tetapi dengan menggunakan kwas panjang (long
pointed brushes).Kwas dimaksud bukan dicelupkan pada warna namun dibasahi dengan air,untuk menghisap
warna yang ada.
Fresco
Secco
Secco
adalah suatu istilah yang digunakan untuk teknik pembuatan fresco diatas
lapisan dry plaster. Proses pembuatan fresco
secco adalah suatu proses kuno yaitu plester tombok yang dibasahi secara
terus menerus dengan Lieme Water, dan proses
pembuatan painting diatas
plesteran tersebut adalah dengan tempera
atau casein colors .
Biasanya plesteran tembok dibasahi terlebih dahulu
tanpa lime water, 1 hari sebelum mulai proses paiting, proses painting dapat
dimulai setelah plesteran betul-betul kering secara menyeluruh. Dalam proses
painting dengan metode ini, partikel pigmen
harus betul-betul diolah secara
merata sehingga kesemuanya dapat meresap kedalam plesteran, dengan demikian
painting akan menjadi sangat awet.
Oil
painting pada tembok
Sebenarnya oil painting untuk tembok tidak begitu banyak dibuat,
karena sifatnya yang mengkilap yang sangat tidak mendukung terlihatnya painting
secara utuh lebih-lebih pada posisi yang tertimpa sinar matahari secara
langsung.
Dasar adonan oil paint adalah
minyak linsed. Oleh karena
demikian ada upaya
untuk mengurangi sifatnya yang
mengkilap tersebut dengan mencampur binder dan terpentin, namun campuran dengan
cairan pelarut binder dan terpentin tersebut sangat berresiko, karena serbuk pigmen tidak dapat terikat sepenuhnya,
sehingga adonan menjadi tidak stabil. Karena adonan tidak stabil maka paint
akan segera menjadi pudar, dan resiko memudarnya painting sangat besar apabila
membersihkan paiting tersebut .
Resiko memudarnya warna painting terutama karena proses pembersihan (dalam
perawatan) dapat diatasi, apabila under painting dilapisi dengan white lead yang tidak
dalam bentuk paste.
Adonan tersebut digunakan agar plesteran yang siap untuk diproses painting, tidak
menghisap. Ada juga menggunakan adonan yang sangat tradisional sebagai zat
perekat warna adalah dengan menggunakan Casein
dan cairan Shellac. Untuk media
dewasa ini casein dan cairan shellac sama dengan Acrylic
Gesso.
Fresco pada Sistine Chapel
Di Bali
juga ada peninggalan mural yang dibuat pada waktu Raja
Klungkung pertama, Dewa Agung Jambe, pada abad ke-17. Dewa Agung Jambe adalah
putera ke-2 dari Dalem Dimade, raja terakhir di kerajaan Gelgel yang juga
disebut Suweca Pura. Setelah Dewa Agung menjadi raja Klungkung, maka dia
membuat istana (puri) Klungkung yang diberi nama Semara Pura yang memunyai
makna “tempat cinta kasih dan keindahan”. Di puri inilah terdapat kompleks
Kertagosa yang terdiri dari dua bangunan pokok, yaitu bangunan Taman Gili dan
bangunan Kertagosa. Bangunan Kertagosa pada zaman dahulu mempunyai beberapa
fungsi, di antaranya adalah: (1) sebagai tempat persidangan yang dipimpin oleh
raja sebagai hakim tertinggi; (2) sebagai tempat pertemuan bagi raja-raja yang
ada di Bali; dan (3) sebagai tempat melaksanakan upacara Manusa Yadnya atau
potong gigi (mepandes) bagi putera-puteri raja.
Sistine Chapel yang dibuat pada
Kertagosa Puri Kelungkung tersebut merupakan sederetan illustrasi dengan
penggambaran figure dengan gaya klasik Bali (wayang) yang bernuansakan ajaran
karma phala(suatu hokum sebab akibat), karena proses hukum yang dilaksanakan
pada zaman itu dilakukan di Kertagosa.
Seabad sebelumnya dimana di Itali
terjadi akhirnya masa kejayaan Renaissance dibuat Sistine Chapel oleh Michelangelo, dan Raphel, suatu maha karya
yang dilahirkan oleh dua masterpieces.
Kedua
Karya Klasik yang diciptakan oleh para seniman yang sama-sama mengabdikan
dirinya dalam berkarya seni untuk
kepentingan “penguasa” (penguasa Kerajaan di Kelungkung Bali, dan
Penguasa Gereja di Itali).
Sekalipun sama-sama menghasilkan karya klasik,
namun perbedaan peradaban Barat dan Timur sangat jelas ketika itu, yaitu, di
Barat jelas nampak individu pelukisnya, sedangkan di Timur hasil karya yang
diciptakan tanpa menampakkan individu senimannya (anonimus).
(Frederic Taubes,The
Painter’s Dictionary of Materials and Method, Landsdowne Press, 1973)
Sejarah Mural
Painting
Sejalan dengan peradaban
manusia yang selalu mengalami perkembangan, baik secara evolusioner maupun
secara revolusioner, dalam sejarah seni rupapun mengikuti perkembangan
peradaban tersebut. Hal tersebut dapat dilihat dari perkembangan media yang
dipakai dengan teknik terapnya, perobahan sikap para pelaku seni, baik
patronage maupun senimannya yang selalu tercermin pada setiap karya pada setiap
peradaban. Ketika peradaban manusia masih dalam tingkat berburu, karya yang dibuat pada dinding goa, penuh dengan
nuansa magis yang mengandung makna harapan, Demikian juga halnya karya seni
yang lahir ketika zaman kekuasaan relegi (Gereja) , maka karya yang dibuat penuh dengan nuansa religius
dengan segala pesan dan ajarannya.
Barangkali Balihoo yang sarat dengan kepentingan kekuasaan dan kepentingan
pribadi yang dikemas dengan ”Kebutuhan pengabdian” tidak jarang ditampilkan
dengan karya-karya yang sarat dengan
propadganda politis, juga termasuk mural apabila dikaji dengan apa yang
dikemukakan dala buku The Painter
Dictionary of Materials and Methods, bahwa mural painting pada garis
besarnya mengandung arti atau dapat diartikan large painting, baik ia diterapkan pada kanvas, pada panel dan juga
pada dinding (wall paiting), yang
sebenarnya penamaan mural tersebut bukan ditentukan oleh media maupun
tekniknya. (tidak ditentukan oleh medianya (Frederic Taubes, 1973: 155)
Kembali kita pada karya
sebuah peradaban, kalau kita melihat ke Zaman 20 000 tahun silam, atau
karya 15 000 - 13 000 Sebelum Masehi
yang ditemukan di Laacaux dimana manusia masih berperadaban sangat sederhana,
dimana mungkin manusia ketika itu tingkat pemikirannya belum menyentuh estetika
(secara naluri mungkin sudah),namun demikian
sebenarnya tehnik- teknik painting sudah mereka dilakukan, terbukti
dengan ditemukannya lukisan yang dibuat pada dinding goa di Spanyol Utara dan
juga goa yang ditemukan di Francis Timur.
Kalau dipandang dari
kacamata artistik (menurut ukuran sekarang), karya yang dibuat pada dinding goa
pada ribuan tahun silam, mereka sudah mampu menggambarkan secara realistis
binatang buruannya yang ”diharapkan” dapat ditangkap. Siapapun tidak dapat
menyangkal bahwa yang digambarkannya adalah binatan (kuda)
Detail
dari Three Cows and One Horse
sebua
karya yang dibuat pada 15 000 - 13 000 Sebelum Masehi
Penerapan mural diatas plesteran
dinding adalah pertama kali dilakukan oleh bangsa Minoan pada Tahun 2000
Sebelum Masehi, dan unsur pengawetan yang diterapkan untuk mural ditemukan di
daerah Knossos di Kepulauan Crete, Minoan, disana dilihat (setelah diadakan
penelitian) bahwa komposisi
plesteran sebagai aplikasi-aplikasi warna, sebagaimana
komposisi yang digunakan
pada pembuatan mural
secara berkelanjuan oleh para Artis mural. Di Pompei dan Herculanum di Romawi ditemukan ditengah-tengah puing - puing lava
volcano Vauvins bangunan dengan
dekorasi mural pada temboknya yang
dibuat pada Tahun 79 Setelah Masehi, Dalam mural pada puing bangunan kuno
tersebut ditemukan bahwa betapa tinggi peradaban bangsa itu dengan bukti bahwa
teknik pembuatan mural sangat sempurna, juga estetisnya sangat sempurna
,disamping kesempurnaan teknik dan estetisnya, juga kwalitas bahan
yang digunakan, sehingga
tetap dapat bertahan bertahan walaupun diterjang panasnya lava volcano
tersebut.
Pada jaman Byzantium tercatat
beberapa mural dibuat dengan teknik mosaic.Mozaik menjadi pilihan para Artis
mural sebagai medium wall decorations. Sedangkan karya-karya mural jaman
Romanesque (abad ke 12 dan abad ke 13) penampilannya masih agak kasar.
Pembuatan mural dengan penampilan pribadi
Artis mulai nampak pada karya-karya
Gioto(1226 – 1337), hal demikian
berkembang pada jaman Renaissance di Itali bahkan sebagian para Artis berkarya dengan mural.
Pribadi-pribadi para perupa yang
mulai menampakkan diri pada karya mereka, merupakan gejala munculnya
individualisme, yang pada kulminasinya muncul dalam zaman Renaissance, dimana
lahirnya kembali kebudayaan kuno namun lahir dengan kemasan modern, yang
berkarakter : Humanisme, Indidualisme, dan rasionalisme.
Pada akhir abad 16 para Artis
lebih banyak membuat karya-karya dengan teknik mural pada kanvas.Di
Mexico pada abad 20 para Artis melakukan
percobaan-percobaan secara luas, mereka memperkenalkan kembali tehnik
pembuatan painting secara klasik,yaitu dibuat diatas wet lime-plaster. Semenjak itu, teknik - teknik klasik tersebut sangat
digemari dan dikemas dengan craft .
Hal tersebut sangat pesat perkembangannya dalam pasar terutama di
pasaran di United States selama dua
decade sebelum Perang Dunia II
BEBERAPA GAMBAR MURAL
KARYA ABAD XIII-XVII
SIMPULAN
Mural adalah suatu karya seni
manusia , pada hakekatnya dibuat menjadi karya yang sarat dengan pesan, baik untuk kepentingan
kemanusiaan yang bermakna himbauan maupun ajakan, maupun kepentingan agama yang bermakna ajaran-ajaran
dan pesan, bahkan bernuansa politik yang bermakna propaganda. Namun demikian
estetika dan artistic menempati posisi terpenting dalam pembuatan mural
tersebut, apapun muatannya, apapun medianya dan bagaimanapun tekniknya.
Kepustakaan
Canaday,
John, 1962, Mainstreams of Modern Art,
Simon and Schuster, New York, United States of America, trade edition
distributed by Simon and Schuster Inc.
Feldman,
Edmund Burke, 1967, Art As Image And
Idea, Prentice – Hall, INC., Englewood Cliffs, New Jesrey.
Gardner`s,
1976, Art through the Ages, Seventh
edition, Harcourt Brace Jovanovish Publishers, San Diego New York Chocago
Atlanta Washington, D.C. London Sydney Toronto.
Honour, Hough & John Fleming, 1986, The Visual Arts a History, Second
Edition, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
Hospers, John, 1982, Understanding
the Arts, Prentice-Hall, Inc.,Englewood Cliffs, New Jersey 07632.
Lowry, Bates, 1966, The Visual Experience, An Introduction
to Art, Harry N. Abrams, Incorporated, New York, N. Y.
Micheal, Sullivan, 1985, The Book Of Art, Chinese and Japanese art, Nuovo
Istituto Italiano d’ Arti Grafiche – Bergamo.
Munro,
Thomas, 1967, The Art and Their
Interrelations, the Press of Case Western Reserve University Cleveland and
London.
Murkarovsky, Jan, 1977,
translated and adited by John Burbank and Peter
Steiner,Structure, Sign, and
Function, New Haven and London Yale Universit Press.
Read,
Herbert, 1972, The Meaning of Art, A
true taste is never a half taste, Praeger Publishers, New York-Washington.